Tekno  

Alat Musik Kongkil Jawa Timur

PortalSekolah.Net – Alat musik kongkil merupakan bentuk seni yang berasal dari desa Bungkal, tepatnya 20 km ke arah selatan Ponorogo. Musik Kongkil diciptakan oleh salah satu sesepuh dari Bungkal bernama Eyang Toinangun. Pada masa kolonial di bawah kekuasaan Belanda, penduduk asli dilarang keras berkumpul. Dengan demikian, Eyang Toinangun berpikir tentang bagaimana ia bisa mengadakan pertemuan untuk perlawanan tanpa dicurigai oleh Belanda yang telah lama menjajah tanah airnya.

Sejarah Alat Musik Kongkil

Pada saat tahun 1933, Eyang Toinangun telah menciptakan sebuah musik Kongkil serta mengajak masyarakat di sekitar Desa Bungkal ini untuk berlatih musik kongkil dirumahnya. Ia juga menamai grup musiknya Martapura.

Martapura adalah nama yang diambil dari salah satu warok asal Desa Bungkal yang bernama Raden Martapura. (Data diambil oleh Sugiman, pada saat wawancara 25 November 2018). Raden Martapura adalah cicit dari Bupati ke-13 Ponorogo (Purwowijoyo, 1984). Dengan terbentuknya grup musik Kongkil dari Martapura ini, otomatis masyarakat adat bisa berkumpul dan di situlah mereka membangun upaya perlawanan secara diam-diam di sela-sela sesi latihan.

Lagu-lagu yang dibawakan oleh grup musik Kongkil Martapura berbeda-beda sesuai dengan kebutuhan masyarakat desa Bungkal. Pada awal karir musik Kongkil, repertoar lagu mereka memiliki lirik yang mendorong penduduk desa Bungkal untuk berperang melawan penjajahan Belanda. Selain itu, lirik mereka juga memotivasi masyarakat untuk berkarya dan berupaya mengembangkan desa Bungkal menjadi masyarakat yang sejahtera. Salah satu lagu yang menjadi ciri khas Konggil Martapura saat itu berjudul “Bungkal Maju Mbangun” (Bungkal Develops and Builds). Sejak tahun 1975, grup musik Kongkil Martapura telah mengganti repertoar mereka dengan lagu atau karya tradisional seperti “Cublak-Cublak Suweng”.

Sejak awal 2000-an, musik Kongkil telah hiatus. Berkat inisiatif artis dan dukungan dari komunitas, musik Kongkil dihidupkan kembali pada tahun 2012 dan sejak itu telah masuk ke panggung hiburan. Repertoar yang dilakukan jelas sangat berbeda dengan masa lalu. Grup Musik Martapura Kongkil mengganti repertoar mereka dengan karya-karya yang lebih kontemporer dan lagu-lagu daerah. Beberapa karya kontemporer yang sering mereka bawakan antara lain Ricik-Ricik dan Ijo-Ijo, sedangkan beberapa lagu daerah mereka antara lain Ali-Ali, Caping Gunung, dan Pamitan.

Musik Kongkil pada awalnya digunakan sebagai sarana bagi masyarakat Desa Bungkal untuk berkumpul, sehingga hanya dimainkan di rumah Eyang Toinangun. Musik Kongkil yang digunakan sebagai alat pengumpul berlangsung hingga tahun 2000 dan juga pada tahun itu grup Kongkil Martapura mulai hiatus karena kurangnya penerus yang bersedia mengelola musik Konggil. Sekitar tahun 2012 musik Konggil dihidupkan kembali, fungsi themusic berubah dari digunakan sebagai alat pengumpul menjadi hiburan dan mulai muncul di atas panggung. Karya seni ini digunakan untuk hiburan bagi masyarakat Bungkal Village, terutama selama acara-acara seperti pembersihan desa, sunat, pernikahan, dan perayaan ulang tahun ketujuh belas.

Menurut Mohamad Sodikun, jika musik Kongkil hanya digunakan sebagai sarana berkumpul, maka kesenian tersebut tidak akan bertahan lama karena fungsinya sudah tidak relevan lagi dengan situasi saat ini di Desa Bungkal. Berdasarkan hal tersebut, keinginan para seniman untuk selalu melestarikan musik Kongkil adalah dengan mengubah fungsinya menjadi tempat hiburan dan mengikuti selera publik sehingga musik Konggil tetap bisa hidup di tengah-tengah masyarakat Desa Bungkal.

Jenis Musik Kongkil

Musik Kongkil terdiri dari tujuh jenis instrumen yaitu:

  1. Kongkil
  2. Saron
  3. Kendhang
  4. Kethuk
  5. Kenong
  6. Kempul
  7. Gong

Kongkil adalah instrumen utama dari bentuk kesenian musik kongkil.

Cara Memainkan Alat Musik Kongkil

Untuk memainkan instrument dari alat musik Kongkil ini dengan cara menggoyangkan bilah-bilahnya.

Ciri-Ciri Alat Musik Kongkil

Kongkil terbuat dari bambu dan berbentuk seperti angklung yang menggantung pada gayor (bingkai tempat angklung bar digantung). Ada lima bar angklung yang disetel slendro dalam satu gayor.

Nada-nadanya antara lain: 2 (ro), 3 (lu), 5 (ma), 6 (nem), 1 (ji). Selain dari kelima instrumen tersebut, ada juga vokal yang membawa syair dari lagu yang dibawakan musik Kongkil, atau bisa disebut sindhen.

Semua instrumen diurus dengan baik oleh para pemain, bahkan sampai sekarang tidak ada yang diganti dan ada yang baru, karena masih terawat dengan baik.

Regenerasi Musik Kongkil

Proses regenerasi adalah salah satu faktor terpenting bagi keberlanjutan suatu kelompok seni. Melalui proses regenerasi yang baik, sebuah seni akan tetap hidup di masyarakat. Hal ini juga terjadi pada grup musik Kongkil Martapura. Pada 1940-an, musik Kongkil memulai regenerasi pertamanya dengan menggantikan pemimpinnya dan beberapa personel.

Beberapa tokoh perlu diganti, ini karena beberapa dari mereka sudah tua. Proses regenerasi terjadi baik dari garis keturunan generasi langsung dari pemain lama dan juga mengambil anggota masyarakat yang memiliki keinginan untuk menjadi personil kelompok Martapura. Sejauh ini, enam generasi telah mempertahankan musik Kongkil.

Eyang Toinangun menganugerahkan grup musik Kongkil Martapura kepada Marto Senen. Ia memilih Marto Senen untuk memimpin seni ini karena dianggap sebagai sosok yang berpengalaman, sehingga diharapkan bisa memimpin segala sesuatu yang berhubungan dengan segala aktivitas kelompoknya. Marto Senen memimpin grup musik Kongkil hingga tahun 1960.

Kepemimpinan Martapura kemudian diserahkan kepada Sarjono pada tahun 1960, yang merupakan salah satu musisi Kongkil saat itu. Dia memimpin kelompok itu sampai tahun 1975. Setelah itu, Katimin mengambil alih sebagai pemimpin Kongkil Martapura. Setelah Kabul Hariadi mengambil alih pada tahun 1990, musik Kongkil memasuki periode dormansi sekitar tahun 2000 karena kurangnya generasi penerus yang mampu mengelolanya, dengan demikian instrumennya hanya disimpan di rumah Eyang Toinangun.

Karena jeda beberapa tahun, banyak repertoar lama belum diturunkan ke generasi berikutnya dan sekarang tidak dapat dimainkan. Pada tahun 2012, atas inisiatif seniman pertunjukan dan dengan dukungan warga desa Bungkal, grup musik Kongkil Martapura dihidupkan kembali. Pemimpinnya adalah Mohamad Sodikun yang telah memimpin kelompok tersebut hingga saat ini.

Mohamad Sodikun bukanlah musisi dari Kongkil, melainkan pewaris dan penerus grup Martapura. Ia terpilih karena merupakan putra Kabul Hariadi. Ia ditunjuk oleh grup musik Martapura Kongkil sebagai salah satu upaya untuk melestarikan warisan dari para pendahulunya.

Itulah artikel tentang alat musik kongkil  yang sudah dibahas diatas dari sejarah alat musik kongkil, jenis musik kongkil, cara memainkan alat musik kongkil, ciri-ciri alat musik kongkil, regenerasi musik kongkil. Semoga informasi ini bermanfaat untuk kalian semua, jangan lupa share informasi ini. Semoga bermanfaat!

Originally posted 2022-07-07 21:22:50.